Ilustrasi perempuan yang sedang mengalami PMS. (Thinkstock/9nong)
Jakarta, CNN Indonesia — Rasa tidak nyaman pada tubuh terkadang dirasakan perempuan ketika memasuki periode menstruasi. Hal ini biasa disebut premenstrual syndrome atau PMS.
Sindromnya bisa berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang merasakan perasaan yang berubah-ubah atau mood swing, kembung, juga sakit pada payudara.
Namun, mengutip dari The Independent, ada seorang psikolog yang mengklaim PMS hanyalah mitos belaka.
Robyn Stein DeLuca, seorang psikolog perempuan, yakin bahwa para wanita telah dibohongi buku, majalah, dan komunitas kesehatan soal PMS dan sindromnya yang bisa melumpuhkan aktivitas sehari-hari.
Dalam bukunya yaitu The Hormone Myth: How Junk Science, Gender Politics And Lies About PMS Keep Women Down, DeLuca juga menyebut PMS sebagai bukti perempuan modern kesulitan untuk menaklukkan ritme kehidupan.
“Kita menghayati ide ini bahwa tubuh kita bermasalah. Ini lebih seperti wanita itu terlalu terhanyut,” katanya pada Daily Mail (15/11).
Ia juga menyalahkan komunitas medis yang memperlakukan tahapan-tahapan normal dalam hidup perempuan, seperti kehamilan atau proses melahirkan, seperti suatu penyakit sehingga harus dintervensi.
“Hal ini mendorong perempuan untuk memikirkan tubuh mereka sebagai instrumen yang menyebabkan rasa sakit. Tapi sebenarnya, mereka hanya terlalu memaksakan diri,” ujarnya.
DeLuca memang mengakui bahwa hormon juga bisa menimbulkan gejala yang membuat tubuh tidak nyaman. Namun, dia mengklaim gejala-gejala itu tak begitu parah untuk diatasi. Hanya saja, perempuan menggunakan PMS sebagai alasan untuk beristirahat sejenak dari berbagai tuntutan di sekitar mereka.
Sementara itu, Joyce Harper, profesor kesehatan wanita di UCL tak setuju dengan pendapat DeLuca.
“Perubahan hormon memepengaruhi perasaan. Ini bukan mitos,” katanya pada The Independent (16/11).
Ia menjelaskan, sebanyak 95 persen wanita mengalami PMS dan ini bukan hanya soal kewalahan menghadapi hidup. PMS juga dianggap Harper sebagai bentuk perjuangan wanita menghadapi siklus alami dalam hidupnya.
Ini bukan kali pertama peneliti berspekulasi soal kebenaran PMS. Teori serupa muncul pada 2012 lewat studi dari Gender Medicine.
Peneliti dari Universitas Toronto menemukan, hanya enam dari 41 penelitian membuktikan ada hubngan antara perubahan suasana hati yang drastis dengan masa-masa sebelum menstruasi.
Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117135657-255-256324/psikolog-sebut-sindrom-pms-hanya-mitos/