Jakarta, CNN Indonesia — Rasa gurih dan renyah pada makanan gorengan sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Gorengan seolah-olah sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Gorengan dapat ditemukan di mana saja, seperti di restoran bahkan di pinggir jalan yang dijual oleh pedagang keliling. Gorengan bukan hanya dijadikan camilan, tetapi juga dijadikan lauk ketika makan.
Apabila kita berbicara mengenai gorengan, hal tersebut erat hubungannya dengan minyak goreng. Minyak goreng berperan penting sebagai medium penghantar panas untuk mematangkan gorengan dan memberikan rasa gurih.
Bukan hanya dalam proses penggorengan, minyak juga digunakan untuk menumis makanan. Jadi, minyak goreng berperan penting dalam pengolahan makanan terutama dalam proses penggorengan.
Kualitas minyak yang digunakan akan menentukan rasa dan aroma makanan, serta memberikan dampak bagi kesehatan. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui ciri minyak goreng yang baik dan batas aman pemakaian ulang minyak goreng.
Minyak goreng yang baik memiliki warna yang muda dan jernih. Baunya yang tidak tengik. Namun, kualitas minyak goreng akan semakin menurun dikarenakan minyak digunakan terus-menerus.
Penyebabnya adalah selama proses penggorengan minyak berinteraksi dengan air yang berasal dari bahan pangan. Interaksi antara minyak dengan air mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis yang membentuk asam lemak bebas.
Kualitas sebuah minyak dapat dilihat dari kandungan asam lemak bebas di dalamnya. Semakin tinggi kadar asam lemak bebas sebuah minyak, maka kualitasnya semakin menurun.
Kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat menimbulkan rasa yang tidak diinginkan dan jika dikonsumsi berlebihan dapat mengakibatkan risiko terkena kanker. Berdasarkan data dari SNI, jumlah maksimum kadar asam lemak bebas pada minyak goreng adalah 0,3 persen.
Penggunaan minyak yang berulang-ulang juga dapat mengakibatkan terbentuknya peroksida. Hal tersebut dikarenakan minyak teroksidasi oleh oksigen. Reaksi oksidasi mengakibatkan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh teroksidasi dan membentuk gugus peroksida yang berbahaya bagi kesehatan.
Adanya peroksida pada minyak menunjukkan terjadinya kerusakan akibat adanya oksidasi yang menyebabkan bau atau aroma tengik pada minyak. Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi memiliki ciri berwarna cokelat tua sampai hitam.
Penggunaan minyak yang sudah rusak dapat mengakibatkan efek negatif bagi kesehatan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk menghindari hal-hal tersebut, minyak goreng yang sudah berwarna cokelat kehitaman, kental, dan berbau tengik sebaiknya tidak digunakan. Sebaiknya, minyak goreng dipakai ulang maksimal sebanyak 4 kali.
Lembaga pertanian dalam negeri Amerika, yaitu United State Department of Agriculture (USDA) menyarankan untuk tidak menggunakan minyak yang mengadung asam lemak bebas sebanyak 2 persen lebih.
Berbeda halnya dengan Turki yang menganjurkan untuk tidak menggunakan minyak goreng yang sudah dipakai 3 kali. Sebenarnya, batas aman penggunaan minyak goreng tidaklah harus selalu 3 kali atau 4 kali pemakaian. Namun, jika minyak goreng sudah menunjukkan adanya kerusakan seperti warnanya cokelat kehitaman, tengik, dan kental, sebaiknya minyak goreng tersebut tidak digunakan lagi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan minyak goreng agar minyak tidak cepat rusak, yaitu minyak disaring terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menggoreng lagi.
Minyak tidak boleh terlalu panas (usahakan tidak lebih panas dari 190ºC), api dimatikan apabila sudah matang (struktur kimia minyak akan berubah apabila dipanaskan terlalu lama), dan simpan minyak di tempat yang tertutup dan dingin agar tidak teroksidasi. Oleh sebab itu, sebaiknya minyak goreng tidak dipakai berulang-ulang dan disimpan di tempat yang tertutup dan sejuk. (ded/ded)
Sumber:https://student.cnnindonesia.com/keluarga/20171219141025-436-263452/memahami-minyak-goreng-yang-aman-untuk-kesehatan