Jakarta, CNN Indonesia — Konsumsi plasenta atau ari-ari menanjak popularitasnya setelah sejumlah selebriti seperti Kim dan Kourtney Kardashian, serta Coleen Rooney melakukannya dengan alasan ‘untuk kesehatan’.
Mereka meyakini plasenta mengandung nutrisi tinggi dan mengonsumsinya meningkatkan produksi susu serta memperbaiki mood bagi ibu baru melahirkan.
Namun, aksi yang kemudian menjadi tren dan disebut plasentofagi ini tidak sepenuhnya direstui oleh sejumlah dokter. Bahkan menurut studi yang dilakukan American Journal of Obstetrics and Gynaecology, plasenta sebaiknya tidak dianggap sebagai makanan super. Sebaliknya, justru bisa jadi berisiko terkena infeksi jika itu terus dilakukan.
Temuan ini disampaikan mengingat mulai ramainya perempuan, khususnya ibu-ibu muda yang baru melahirkan, mengkonsumsi plasenta mereka usai melahirkan.
Peneliti dan juga seorang ginekolog, Alex Farr, dari Medical University of Vienna mengatakan plasenta tak akan membantu laktasi atau depresi usai melahirkan.
“Bicara medis, plasenta merupakan produk sisa, yang merupakan bagian dari bayi baru lahir, asumsi nutrisi seperti besi, selenium dan zinc pada plasenta tak sepenuhnya benar,” ungkap Farr seperti dilansir dari Standard, baru-baru ini.
Tren mengonsumsi plasenta, biasanya dalam bentuk kapsul justru membawa risiko dan infeksi bakteri.
Departemen Kesehatan AS pernah memberikan peringatan pada warganya akan bahaya plasentofagi ini, khususnya akan bahaya keracunan karena bakteri. Disampaikan juga, bakteri ini ada di dalam plasenta dan bisa jadi nantinya jika dikonsumsi akan berpindah pada bayi melalui proses menyusui.
Meski banyak yang meyakini makan plasenta baik untuk tubuh, sejumlah dokter memberi peringatan pada publik bahwa ini ada efek sampingnya. Oleh karenanya mereka menganjurkan agar publik lebih sadar dan mencari tahu terlebih dahulu sehingga memahaminya dengan baik, sebelum mengikuti langkah itu hanya karena menjadi tren yang ramai diperbincangkan.
Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171016190500-255-248839/tren-makan-plasenta-usai-melahirkan-kenali-risikonya/