Jakarta, CNN Indonesia — Hari Gunung Internasional diperingati setiap 11 Desember. Tentunya hari ini sudah tak asing bagi para pendaki Indonesia maupun mancanegara.
Bagi sebagian orang, mendaki gunung bukan hanya ajang untuk berolahraga tapi telah menjadi hobi yang mendarah daging. Bagaimana tidak, dalam setiap pendakian pastinya selalu ada cerita yang meninggalkan kesan tersendiri. Dengan mendaki kita tidak hanya bisa mendapatkan tubuh yang sehat, tapi juga mendapat kenalan baru dan kepuasan tersendiri.
Dalam pendakian pun kita dapat lebih mengenal diri sendiri seperti yang ditulis oleh seorang penyair sekaligus pendaki asal Selandia Baru, Edmund Hillary: “Kita tidak akan pernah mampu menaklukan gunung, karena bukan gununglah yang kita taklukan, melainkan diri kita sendiri.”
Kata mutiara tersebut sedikitnya menggelitik kita untuk mencari siapakah sebenarnya diri kita ini.
Kita tahu, Tuhan menciptakan gunung dan alam yang begitu banyak memberi manfaat. Namun, tak dapat dipungkiri, hingga saat ini masih saja ada oknum-oknum pendaki jahil yang malah merusak keasrian gunung dengan melakukan vandalisme dan membuang sampah sembarangan. Perilaku tersebut tentu saja akan mengganggu pemandangan dan merusak ekosistem gunung.
Di sisi lain, kegiatan mendaki gunung tak lepas dari risiko yang kemungkinan dapat dialami oleh para pendaki yang tidak melakukan persiapan total sebelum mendaki. Hingga kini, angka kecelakaan dan atau kematian di gunung masih saja dapat ditemukan dari waktu ke waktu.
Kematian tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal di antaranya: kondisi badan yang kurang sehat, kekurangan oksigen, hipotermia, terjatuh, dan sebagainya. Contohnya selama 2017 ini tercatat beberapa pendaki Indonesia harus meregang nyawa dalam kegiatan pendakian dengan berbagai penyebab.
Januari lalu, dua mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta meninggal setelah mengikuti kegiatan pendidikan dasar pecinta alam di Gunung Lawu, Tawangmangu, Jawa Tengah. Disusul dengan meninggalnya mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta karena terjatuh ke jurang di Gunung Sumbing, Magelang. (Liputan6.co 22/1).
Pada Maret, dua mahasiswa Universitas Halu Oloe meregang nyawa di Gunung Mekongga, Kecamatan Wawo, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Serangan hipotermia menjadi penyebab tewasnya kedua korban. Kedua jenazah bahkan sulit dievakuasi karena terkendala badai. (Sindonews.com 14/3).
Sedangkan, pada 4 April seorang siswi kelas dua SMA tewas setelah terjatuh di Gunung Bambapuang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Korban bernama Lulu Prapti Ningsih ini awalnya mendaki bersama rekannya Asman dan Ade, nahas ia terpeleset dan jatuh hingga tewas. (Sindonews.com 4/4).
Pada Mei, seorang pendaki bernama Athina meninggal dunia di Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur setelah tertimpa batu besar di tengah pendakian. Kejadian serupa dialami oleh M. Ridwan pada 13 September lalu. Ridwan adalah pemandu sebuah rombongan pendaki berisi sepuluh orang asal Surabaya. Nahas ketika turun gunung ia tertimpa bongkahan batu besar di gunung yang sama. (detik.com 14/5 dan 13/9).
Pada Oktober, Ahmad Hadi pendaki asal Jakarta tewas karena kehabisan oksigen ketika turun dari Puncak Carstensz Pyramid, Kabupaten Mimika Papua. Korban meninggal 8 Oktober sekitar pukul 21:00 WIT dan baru dapat diinformasikan keesokan harinya. (Sindonews.com 10/10)
Pada Agustus, seorang pendaki bernama Sularno dikabarkan tewas setelah mengikuti upacara Hari Ulang Tahun Republik Indonesia di puncak Gunung Lawu, Magetan, Jawa Timur. Korban meninggal akibat kelelahan dan hipotermia. (Sindonews.com 22/8).
Sebelumnya pada 3 Agustus, tiga pendaki asal Jerman dilaporkan terjatuh ke jurang kedalaman 15 meter di Gunung Agung, Karangasem. Terge Zense, Ricet Sremaem, dan Fransiskus Bermaum berhasil diselamatkan tim SAR setelah tiga jam proses pencarian dan evakuasi. Akibatnya, mereka menderita luka-luka di bagian kepala dan tangan. (Sindonews.com 03/08).
Peristiwa-peristiwa di atas adalah sebagian kecil dari keseluruhan kecelakaan dan korban tewas yang terjadi di tengah pendakian. Jumlah ini tentunya belum termasuk kecelakaan-kecelakaan di gunung-gunung di luar Indonesia.
Catatan hitam ini seharusnya dapat menjadi cermin pembelajaran bagi kita agar tidak mengalami hal yang sama. Persiapan yang matang harus dilakukan sebelum mendaki, misalnya, cek kesehatan, lengkapi perbekalan termasuk obat-obatan pribadi, menyewa pemandu, tidak memaksakan diri, dan yang terpenting adalah selalu berdoa kepada Tuhan agar terlindung dari mara bahaya.
Perlu kesadaran pribadi dalam diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Jika belum siap mendaki gunung yang tinggi maka alangkah lebih baik jika mencoba terlebih dahulu gunung-gunung yang lebih rendah.
Jangan memaksakan naik jika di luar batas kemampuan kita. Karena sesungguhnya, yang mengetahui kemampuan diri kita adalah diri kita sendiri. Mendaki gunung bukanlah kegiatan yang bisa dianggap sepele. Banyak sekali aturan dan hal-hal yang perlu diperhatikan.
Dalam hal ini, pihak pengelola gunung serta pemerintah pun sangat berperan penting dalam menjaga keselamatan para pendaki. Bila perlu, jalur pendakian bisa ditutup jika memang terbukti membahayakan para pendaki.
Di Hari Gunung Internasional ini semoga para aktivis pecinta alam dan pemerintah yang berwenang dapat mensosialisasikan bagaimana cara mendaki yang baik dan benar guna meminimalisir atau bahkan menghilangkan angka kecelakaan di gunung. (ded/ded)
Sumber:https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171214123756-445-262331/catatan-hitam-pendakian-gunung