Jakarta, CNN Indonesia — Narkoba masih termasuk hal yang tabu untuk sebagian remaja Indonesia. Tapi sudah banyak kasus remaja yang menggunakannya, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Narkoba sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian remaja.
Padahal, mereka paham apa dampak dari narkoba. Penyebaran narkoba dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah globalisasi.
Perkembangan budaya global atau yang lebih dikenal dengan globalisasi di Indonesia merambah begitu cepat melalui beberapa media seperti media elektronik contohnya film. Peredaran narkoba tidak hanya di tempat–tempat hiburan, tetapi narkoba sudah memasuki lingkungan perumahan bahkan intansi pendidikan.
Jenis narkoba yang tersebar pun beragam, seperti ganja, tembakau sintetis, kokain, dumolid, sabu, dan masih banyak jenis lainnya. Jenis narkoba tersebut menghasilkan efek samping yang beragam.
Ganja memberikan efek malas untuk beraktivitas pada sebagian orang. Sedangkan beberapa individu lainnya merasa hiperaktif.
Kokain menyebabkan high yang intens dan singkat yang segera diikuti oleh perasaan sebaliknya—depresi berat, resah dan ketagihan lebih banyak narkoba. Si pengguna umumnya tidak dapat makan dan tidur dengan cukup.
Berlawanan dengan kokain yang membuat pengguna susah tidur, dumolid sendiri banyak digunakan oleh pengidap insomnia ekstrem sehingga dumolid dipilih untuk membuat pengguna tidur dengan nyenyak.
Sebuah survei yang diambil melalui Quisioner Google Forms yang diikuti oleh 78 responden menemukan 87,2 persen remaja masih mengganggap narkoba adalah hal yang cukup tabu. Terbukti dari prinsip mereka untuk tidak memakai atau mencoba menggunakan narkoba.
Sebanyak 12,8 persen sisanya pernah berniat untuk menggunakan narkoba karena lingkungan pergaulan dan rasa penasaran yang cukup tinggi. Mereka yang memilih hidup jauh dari narkoba kebanyakan masih mengaitkannya dengan sanksi atau dosa yang diberikan dari agama dan memikirkan kesehatan mereka di masa yang akan datang.
Pada pertanyaan yang lain, 60,3 persen responden menjawab bahwa mereka pernah bertemu dengan orang–orang yang memakai narkoba, dan usia para pengguna saat itu beragam. Mulai dari usia 17 tahun hingga 30 tahun.
Setelah mereka mengetahui bahwa ternyata temannya menggunakan narkoba, banyak dari mereka yang mencoba untuk memberitahu bahaya dari narkoba. Tetapi tidak jarang mereka acuh, sebab tidak mau mencampuri urusan orang lain. Bahkan ada yang sampai menjauhi temannya yang menggunakan narkoba karena dianggap sudah berbeda gaya hidup.
Teman dapat dikatakan sebagai salah satu pengaruh terbesar dalam proses penyembuhan narkoba. Teman sangat berpengaruh dikarenakan mereka berada di lingkungan dan di era yang sama dengan pengguna. Pada saat ini, teman lebih didengar nasihat atau pendapatnya daripada orangtua. Hal ini juga didukung oleh perbedaan zaman antara anak dengan orang tuanya, sehingga sang anak menganggap orang tua sudah ketinggalan zaman. Oleh karena itu, peran orang tua sebatas mendukung dengan cara tidak meninggalkan anak dalam proses penyembuhan.
Saat dilakukan sebuah wawancara informal dengan 4 narasumber yang dipilih secara acak, 3 dari 4 narasumber mengatakan bahwa dukungan dari teman adalah salah satu faktor yang membuat mereka semakin yakin untuk berhenti dan keluar dari pengaruh narkoba, walaupun banyak godaan dan rayuan dari pihak lain untuk bertahan dengan narkoba.
Tetapi, keyakinan mereka untuk keluar dari lubang kejatan tersebut lebih kuat dibanding godaan dan rayuan sekitar. Dan saat ini, mereka sangat ingin membantu teman–teman mereka yang masih terjebak dalam ketergantungan narkoba.
Teman pun memiliki cara yang beragam untuk mengajak dan membantu temannya keluar dari lingkungan narkoba. Salah satunya, dengan berbagi pengalaman mereka yang sudah berhasil keluar dari lingkungan narkoba.(ded/ded)
Sumber:https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171229134310-445-265466/narkoba-di-lingkungan-remaja