Blog Page 73

Terapi Hormon Lanjutan Kurangi Risiko Kambuh Kanker Payudara

0

Seorang pasien sedang menjalankan perawatan kemoterapi di Antoine-Lacassagne Cancer Center di Nice, Perancis, 26 Juli 2012. (Foto:Dok)

Sebuah penelitian menunjukkan, banyak wanita yang mengikuti pengobatan kanker payudara dini dengan terapi hormon selama lima tahun untuk mencegah tumor agar tidak kambuh, masih mungkin mengalami keganasan baru dua dekade setelah mereka didiagnosis.

Peneliti memeriksa data dari 88 uji klinis yang melibatkan 62.923 perempuan dengan reseptor estrogen (reseptor positif). Setelah mengobati tumor ER-positif dengan kemoterapi, radiasi atau operasi, pasien biasanya mendapatkan terapi lanjutan selama lima tahun dengan pil berbasis hormon setiap hari – baik tamoxifen atau penghambat pertumbuhan, aromatase. Tujuan terapi ajuvan adalah untuk menghancurkan sel kanker yang masih ada yang tidak terbunuh pada perawatan awal.

Semua perempuan bebas dari kanker saat mereka menyelesaikan lima tahun terapi berbasis hormon adjuvan.

Namun studi tersebut menemukan selama 15 tahun ke depan, kanker payudara kembali kambuh pada 41 persen perempuan yang memiliki risiko tertinggi dalam penelitian. Pasien dalam kelompok ini adalah mereka yang awalnya memiliki tumor terbesar yang telah menyebar paling banyak ke bagian tubuh lain, selainpayudara.

Bahkan pasien perempuan dengan risiko terendah yang awalnya memiliki tumor kecil, yang tidak menyebar ke kelenjar getah bening atau bagian tubuh lainnya masih memiliki 10 persen kemungkinan untuk kambuh kembali, para peneliti melaporkan secara online pada 13 November di New England Journal of Medicine.

“Kami tahu bahwa terapi adjuvan (hormon berbasis) selama 5 tahun secara substansial mengurangi risiko kekambuhan dan kematian,” kata penulis kajian senior, Dr. Daniel Hayes, dari University of Michigan Comprehensive Cancer Center di Ann Arbor.

“Kami sekarang memiliki bukti bagus bahwa meneruskan terapi adjuvan (berbasis hormon) setelah batas lima tahun, bisa menekan dan mengurangi kekambuhan dan kematian,” kata Hayes melalui email.

Dokter telah lama mengetahui bahwa pengobatan dengan tamoxifen selama lima tahun, mengurangi kekambuhan sekitar setengahnya selama perawatan, dan hampir sepertiga selama lima tahun ke depan. Penghambat pertumbuhan aromatase, yang hanya bekerja pada perempuan pasca menopause, bahkan lebih efektif daripada tamoxifen dalam mengurangi kekambuhan dan kematian akibat kanker payudara.

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan tambahan terapi hormon selama lima tahun, bahkan lebih efektif. Tetapi efek sampingnya membuat beberapa perempuan enggan melanjutkan. Efek samping yang mengancam jiwa jarang terjadi, namun wanita yang mengonsumsi hormon ini dapat memiliki gejala menopause seperti serangan panas (hot flashes) dan kekeringan vagina.

Data menunjukkan bahwa perempuan dengan kanker payudara ER-positif setidaknya harus mempertimbangkan terus melanjutkan terapi adjuvan setelah lima tahun, menurut kesimpulan para peneliti.

“Sel kanker payudara bisa menjalar dari tumor primer ke kelenjar getah bening dan bisa beredar di seluruh tubuh yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan (metode) saat ini. Dan seiring waktu, sel kanker yang beredar ini bisa menempel pada organ lain di tubuh dan biasanya, pada saat itu, baru bisa didetelksi bila kanker kambuh,” kata Albert Farias, seorang peneliti kanker di Keck School of Medicine di University of Southern California di Los Angeles yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

“Salah satu cara kerja pengobatan adjuvan kanker payudara adalah membunuh dan / atau menghentikan sel kanker yang tidak terdeteksi untuk tumbuh dan membelah,” kata Farias melalui email.

Meskipun penelitian tersebut menunjukkan beberapa perempuan mungkin memiliki lebih banyak risiko kekambuhan berdasarkan karakteristik tumor aslinya, masih susah diprediksi dan perempuan perlu tetap waspada, kata Dr. Sharon Giordano dari University of Texas MD Anderson Cancer Center di Houston.

“Kanker payudara bisa tidak aktif selama bertahun-tahun, sehingga perempuan bisa tampak tidak sakit. Namun masih bisa kambuh bertahun-tahun kemudian, jika tumor menjadi aktif kembali,” kata Giordano melalui email. “Kami tidak tahu mengapa beberapa jenis kanker menjadi aktif lagi setelah tidak akfti selama bertahun-tahun.”

Perempuan memerlukan pemeriksaan rutin dan pemeriksaan payudara, serta mamogram tahunan, kata Dr. Alana Biggers, seorang peneliti di University of Illinois-Chicago yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

“Jika seorang perempuan berisiko tinggi terkena kanker payudara, seperti perempuan dengan mutasi gen, dia mungkin memerlukan mammogram dan MRI payudara,” Biggers menambahkan melalui email. “Selain itu, seharusnya wanita menjaga berat badan yang sehat, olahraga, berhenti merokok, dan membatasi konsumsi alkohol untuk mengurangi risiko kembalinya mereka. ” [aa/fw]

Sumber:https://www.voaindonesia.com/a/terapi-hormon-lanjutan-kurangi-risiko-kambuh-kanker-payudara/4126157.html

Kebanggaan ketika Sekolah Jadi yang Terbaik

0

Salah satu kegiatan Jumbara ke-15 PMR Kabupaten Bogor. (Foto: Dok. Panitia Jumbara Kab Bogor)

Bogor, CNN Indonesia — Siapa yang tak bangga kalau meraih prestasi. Begitu juga anggota Palang Merah Remaja dari SMA Negeri 2 Cileungsi yang keluar sebagai PMR terbaik di ajang Jumba Bakti Gembira ke-15 PMR Kabupaten Bogor, pekan lalu.

Sekolah ini meraih kategori terbaik 1 di Jumbara itu. Dalam kegiatan, sebanyak tujuh anggota PMR dari SMA Negeri 2 diutus untuk mengikuti berbagai lomba dalam kegiatan travelling, seperti: kepalangmerahan, kesiapsiagaan, donor darah, kesehatan remaja, dan sebagainya.

Nilai travelling juga digabungkan dengan parameter lain, macam kebersihan tenda, dan sebagainya. Padahal, ini kali pertama PMR dari SMAN 2 Cileungsi mengikuti kegiatan tersebut.

Kegiatan ini juga memberikan pengalaman baru dalam hal pembelajaran kepemimpinan. Begitu juga materi baru seperti jurnalistik yang diajarkan dari CNN Student.

Jumbara ini diikuti 3.600 anggota PMR dari tingkat SD sampai SMA, dari berbagai kecamatan di Kabupaten Bogor. Jumbara sendiri digelar di Bumi Perkemahan Cimandala Bogor.

Kebersamaan yang terjalin selama 4 hari sangat berkesan bagi para peserta. Banyak pengalaman yang didapat selama kegiatan berlangsung. Salah satunya adalah sulitnya mendapatkan air bersih.

Sebagian dari mereka harus berjalan kaki jauh-jauh untuk mencari masjid, supaya bisa mandi. Kamar mandi yang disediakan di bumi perkemahan ternyata tak cukup untuk menampung peserta. Di sisi lain, kadang tak ada airnya.(ded/ded)

Sumber:https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171120131447-445-256851/kebanggaan-ketika-sekolah-jadi-yang-terbaik/

Mengenal Beda Diabetes Basah dan Kering

0

Dokter spesialis penyakit dalam mengungkapkan predikat ‘basah’ dan ‘kering’ disematkan berkat efek yang ditimbulkan pada luka, tapi itu bukanlah tipe diabetes. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Jakarta, CNN Indonesia — Mereka dengan kadar gula darah menyentuh angka 200 divonis menderita diabetes. Selama ini masyarakat mengenal dua jenis diabetes, yakni diabetes basah dan diabetes kering.

Predikat ‘basah’ dan ‘kering’ disematkan berkat efek yang ditimbulkan pada luka. Namun, dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik dan diabetes Rumah Sakit Pondok Indah, Wismandari Wisnu mengatakan keduanya sama-sama luka yang dialami penderita diabetes, tapi basah dan kering bukanlah tipe diabetes.

“Penderita diabetes kemudian timbul luka memang cenderung basah, tapi yang kering juga merupakan luka,” katanya saat diskusi media di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (7/11).

Mengapa ada luka basah dan luka kering?

Wismandari menjelaskan, ada gangguan vaskular atau aliran pembuluh darah pada penderita diabetes. Saat terjadi luka, aliran darah menjadi terpusat pada titik lokasi luka. Pada luka basah, aliran darah masih memungkinkan terjadi, tapi pembuluh darah menyempit sehingga aliran darah tidak benar-benar sampai tujuan. Akibatnya, penyembuhan luka menjadi sulit, luka menjadi basah dan bernanah.

“Operasi jadi jalan keluar untuk membuang jaringan mati sampai muncul daerah sehat yang ditandai dengan warna merah,” lanjutnya.

Sedangkan pada luka kering ditandai dengan kulit yang menghitam dan kering tanpa luka. Wismandari berkata, hal ini disebabkan aliran darah yang ke arah luka menyempit bahkan tidak ada aliran darah sama sekali. Akibatnya, terdapat jaringan yang mati.

“Jaringannya sudah mati, jadi harus dibuang sesuai luasnya luka, bisa juga amputasi,” tambahnya.

Sementara itu, Wismandari menambahkan, di dunia kesehatan, hanya dikenal empat tipe diabetes, yakni diabetes tipe 1, tipe 2, diabetes gestasional dan tipe lain. Diabetes gestasional bisa terjadi pada ibu hamil, tapi gula darah akan turun seusai melahirkan.

“Tipe lain ini diabetes yang tipenya tidak masuk di tiga jenis diabetes lain. Faktornya ada banyak, misal seseorang sakit lupus dan mengharuskan ia minum obat teroid. Obat ini memang bakal menaikkan gula darah,” jelasnya. (rah)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171109201709-255-254675/mengenal-beda-diabetes-basah-dan-kering/

3 Cara Cegah dan Atasi Diabetes

0

Diabetes kini tak lagi hanya diidap oleh yang sudah lanjut usia. Gaya hidup tak sehat menjadi salah satu pemicunya. Bagaimana mencegah diabetes? (Foto: Thinkstock/Minerva Studio)

Jakarta, CNN Indonesia — Kadar gula darah terbilang normal bila tak sampai angka 140. Jika berada di angka 140-200, maka seseorang patut khawatir karena ia sudah terkena prediabetes. Sedangkan diabetes adalah mereka yang kondisi gula darahnya sudah di angka 200 ke atas.

Kini, diabetes sudah tak kenal usia. Penyakit ini awalnya diderita mereka yang berusia di atas 40 tahun. Namun, kenyataannya, mereka yang berusia di bawah 40 tahun pun makin merangkak jumlahnya. Oleh karenanya, pencegahan patut dilakukan. Apalagi bagi mereka yang sudah positif diabetes.

Menurut Wismandari Wisnu, dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik dan diabetes Rumah Sakit Pondok Indah, pencegahan dilakukan demi mencegah atau memperlambat komplikasi akibat diabetes. Ia menjelaskan, pencegahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis.

1. Pencegahan primer

Pencegahan ini ditujukan bagi mereka yang punya faktor risiko yakni mereka yang belum terkena tapi punya potensi untuk terkena diabetes. Namun, Wismandari mengatakan, bahwa faktor risiko ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi dan faktor risiko yang bisa dimodifikasi.

“Kita bisa mengurangi faktor risiko yang bisa dimodifikasi. Kalau yang enggak bisa dimodifikasi ya kita tidak bisa ubah itu,” katanya saat diskusi media di Senayan City, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Menurut Wismandari, adapun faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yakni riwayat keluarga dengan diabetes, ‎usia di atas 45 tahun, ‎riwayat melahirkan bayi, dengan berat di atas 4ribu gram atau pernah mengalami diabetes gestasional, dan ‎riwayat lahir dengan berat kurang dari 2,5 kilogram.

Sementara, faktor risiko yang bisa dimodifikasi, di antaranya berat badan lebih, ‎kurang aktivitas fisik, ‎hipertensi, ‎dislipidemia atau kolesterol tinggi serta trigliserida tinggi, dan ‎diet tak sehat.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder diterapkan bagi mereka yang positif mengidap diabetes. Fungsinya agar diabetes tidak mengarah pada komplikasi. Langkah yang diupayakan meliputi pengendalian kadar gula sesuai target terapi dan pengendalian faktor risiko komplikasi yang lain dengan pemberian obat-obatan yang optimal.

3. Pencegahan tersier

Pada pencegahan tersier, penderita diabetes sudah mengalami komplikasi. Wismandari berkata, tujuan pencegahan ini agar komplikasi jangan sampai membuat pasien cacat atau bahkan meninggal. Hal ini dapat terjadi jika ada layanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait.

“Kerja sama diperlukan antara para ahli dari berbagai disiplin, misal jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris atau ahli kaki dan lainnya,” jelasnya. (rah)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117212757-255-256472/3-cara-cegah-dan-atasi-diabetes/

Diabetes Gestasional, Ancaman bagi Ibu Hamil

0

Memperingati Hari Diabetes Sedunia, dunia internasional menaruh perhatian pada diabetes gestasional karena muncul tanpa riwayat penyakit diabetes sama sekali. (Foto: Thinkstock/Minerva Studio)

Jakarta, CNN Indonesia — Penyakit diabetes dengan kadar gula tinggi dalam darah juga mengintai perempuan dan ibu hamil. Bahkan, data International Diabetes Federation (IDF) 2017 menunjukkan bahwa lebih dari 199 juta perempuan di dunia hidup dengan diabetes.

Wanita dengan diabetes akan sulit hamil dan kemungkinan akan mengalami kehamilan yang berisiko. Hal itu disampaikan Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan.

Pada 2015, dilihat dari data IDF, sekitar 20,9 juta atau 16,2 persen proses kelahiran menunjukkan tanda-tanda hiperglikemia atau kondisi kadar gula darah tinggi selama masa kehamilan. Sementara, 85,1 persen diantaranya disebabkan oleh diabetes gestasional.

“Kira-kira 1 diantara 7 kelahiran dipengaruhi diabetes gestasional,” kata Lily dalam workshop media di Hotel JW Marriot, Jakarta Selatan, Selasa (14/11).

Oleh karenanya, pada peringatan Hari Diabetes Sedunia tahun ini, dunia internasional menaruh perhatian khusus pada diabetes tipe ini. Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes yang muncul tanpa riwayat penyakit diabetes sama sekali.

“Kehamilanlah yang menyebabkan perubahan kondisi hormonal, ada yang sementara, ada yang persistent,” tambahnya.

Namun, sebuah penelitian menunjukkan, lebih dari 50 persen perempuan dengan diabetes gestasional akan terkena diabetes tipe 2 dalam rentang waktu 5-10 tahun pasca melahirkan.

Oleh karenanya, lanjut Lily, penting bagi ibu hamil untuk secara rutin memeriksakan kehamilan untuk menghindari risiko diabetes gestasional. Pasca melahirkan, skrining untuk diabetes tipe 2 harus dilakukan.

Semua perempuan dapat mengalami diabetes gestasional, tapi ada beberapa perempuan yang punya risiko lebih tinggi. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko diabetes gestasional antara lain, usia di atas 25 tahun, kelebihan berat badan sebelum kehamilan, memiliki riwayat penyakit diabetes dalam keluarga, riwayat kadar glukosa darah meningkat, aborsi berulang atau lahir mati, pernah melahirkan bayi besar (lebih dari 4ribu gram) dan mengalami sindrom ovarium polikistik atau gangguan pada fungsi ovarium pada perempuan yang berada pada usia subur.

Jika ditangani dengan tepat, bayi yang dilahirkan akan normal. Namun, jika tidak, maka akan terjadi komplikasi seperti bayi akan kesulitan bernapas baik yang lahir prematur maupun yang tepat waktu, produksi insulin tinggi membuat kadar gula rendah membuat bayi kejang, dan saat dewasa ia akan mengalami obesitas dan diabetes tipe 2.

“Saat lahir, bayi ukurannya akan besar karena kadar glukosa berlebih dalam darah,” tambah Lily.

Perempuan yang merencanakan kehamilan sebaiknya memeriksakan kesehatannya khususnya skrining diabetes. Jika kadar gula darah tinggi, tim medis akan menyarankan untuk menurunkan kadar gula terlebih dahulu sebelum hamil. Selain itu, penting untuk menjaga pola makan dan olah raga teratur. (rah)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117213431-255-256473/diabetes-gestasional-ancaman-bagi-ibu-hamil/

Studi: Anggur Merah Dapat Cegah Diabetes

0

Studi kesehatan terbaru mengungkapkan segelas wine atau anggur merah dapat cegah diabetes tipe 2. Namun, dengan catatan tidak berlebihan. (Foto: Thinkstock/Minerva Studio)

Jakarta, CNN Indonesia — Publik bisa jadi familiar dengan kutipan, ‘satu apel sehari bisa buat hindari dokter’, dengan makna apel yang menyehatkan. Namun, bagaimana dengan segelas wine atau anggur merah?

Dalam beberapa waktu terakhir sudah banyak studi yang menyebutkan wine juga mengusung banyak manfaat untuk kesehatan, termasuk dalam mencegah penyakit berbahaya. Studi kesehatan terbaru menyebutkan anggur merah ternyata juga dapat mencegah diabetes tipe 2.

Studi tersebut dimuat dalam jurnal ‘Diabetologia’ di Inggris beberapa waktu lalu. Dilansir dari laporan Boldsky, studi mengungkapkan bahwa dengan mengonsumsi segelas anggur merah setiap hari setelah makan, akan membantu mengurangi risiko orang yang terkena diabetes melitus tipe 2 sebesar 27 persen. Namun, hal ini tidak semata-mata hanya mengonsumsi rutin segelas anggur merah saja, melainkan diimbangi dengan pola hidup yang sehat.

Lebih jauh, studi tersebut menjelaskan kandungan antioksidan dan flavonoid di dalam anggur merah dapat menjaga produksi hormon insulin di dalam tubuh. Dengan demikian, ia akan dapat mencegah diabetes tipe 2.

Insulin ini sendiri merupakan bagian terpenting karena dapat mengontrol jumlah kadar gula dalam tubuh. Jika tidak berfungsi dengan baik, seseorang akan merasakan sejumlah gejala diabetes tipe 2, seperti rasa lapar dan haus yang berlebihan, kelelahan, tubuh lemas, sering buang air kecil, fluktuasi berat badan, mengalami penglihatan yang kabur, serta memiliki jangka waktu penyembuhan luka yang buruk.

Penyakit diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tapi gejalanya masih bisa diobati sebagai bentuk pencegahan. Dengan mengonsumsi makanan sehat, pola diet yang seimbang, rajin berolahraga, dapat membantu mencegah terkena penyakit diabetes ini.

Dengan adanya manfaat yang terkandung dalam anggur merah, bukan berarti bisa menikmati minuman satu ini tanpa memperhatikan hal-hal yang terkait di dalamnya. Ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan saat mengonsumsi anggur merah, seperti umur, jenis kelamin, hingga waktu untuk meminumnya.

Selain itu, studi tersebut juga menekankan perlunya konsultasi ke dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi anggur merah rutin, khususnya bagi yang sudah kecanduan atau punya masalah dengan minuman beralkohol. Karena, bila wine dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan faktor lain yang justru akan membahayakan kesehatan.

(sha)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117214051-255-256477/studi-anggur-merah-dapat-cegah-diabetes/

11 Pose Yoga yang Dapat Cegah Diabetes

0

Sejumlah gerakan yoga dapat membantu mencegah dan mengatasi penyakit diabetes, di antaranya dhaursana, mudrasana, dan chakrasana. (Foto: jeviniya/Pixabay)

Jakarta, CNN Indonesia — Berolahraga teratur, diiringi gaya hidup sehat dapat mencegah kena diabetes. Latihan kebugaran itu bisa berbagai macam, termasuk yoga. Di antara banyak jenis gerakan yoga, sejumlah studi kesehatan menunjukkan beberapa gerakannya dapat membantu menangani kondisi kronis, termasuk diabetes.

Gerakan yoga yang menyeimbangkan gerakan dan pernapasan ditengarai membantu dalam menurunkan kelebihan berat badan, baik buat insulin, dan meningkatkan fungsi sarah yang semuanya bermanfaat buat pengidap diabetes tipe 2. Sebagai contoh, Tai Chi, adalah jenis yoga yang diyakini baik buat mengurangi masalah karena diabetes.

Oleh karenanya, bagi yang didiagnosis kena diabetes, melakukan gerakan yoga secara rutin dapat jadi solusi dan patut dibiasakan. Namun, mesti disertai dengan gaya hidup sehat dan konsumsi makanan bernutrisi.

Latihan yoga terbaik buat diabetes di antaranya melingkupi latihan postur dan pernapasan yang dirancang secara khusus untuk menstimulasi pankreas. Dengan meningkatkan aliran darah ke pankreas, gerakan yoga ini akan merejuvenasi sel organ dan meningkatkan kemampuan produksi insulin dalam tubuh.

Nishriin Parikh, pakar dari Pusat Nutrisi dan pelatih kebugaran ternama, seperti dilansir dariTimes Now News membagi sejumlah pose yoga yang menurutnya efektif untuk atasi diabetes. Menurutnya ada 11 pose yoga yang dapat membantu mengurangi risiko diabetes, yakni:

1. Dhaursana (pose membentuk busur)
2. Paschimottanasana (pose membentuk tikungan ke depan)
3. Padangusthasana (pose kepala sampai kaki)
4. Bhujangasana (pose menyerupai kobra)
5. Sarvangasana (pose dengan bahu tegap)
6. Ardha-matsyendrasana (pose spinal twist)
7. Pose Halagasana (pose bajak)
8. Yoga mudrasana (pose simbol yoga)
9. Supta Vajrasana (pose dengan duduk berpaut tegas)
10. Chakrasana (pose tubuh membentuk roda)
11. Shalabhasana (pose menyerupai belalang)

Bagaimana melakukannya?

Ketika melakukan gerakan asana, pastikan semua gerakannya sudah pas, apakah itu bagian lutut, bahu, atau pinggul. Juga pastikan gerakan tersebut sesuai dengan berat badan.

Seseorang juga dianjurkan untuk memastikan punggung tegak selama latihan. Selain itu, iringi dnegan aturan pernapasan yang natural. Dengan begitu akan dapat memberi efek positif bagi mental, emosional dan fisik.

Dalam melakukan yoga dianjurkan dalam keadaan perut kosong, atau saat pagi atau malam hari. Ketika melakukannya, penting untuk memulai asanas sederhana.

Meski baik untuk kesehatan, bukan berarti melakukannya berlebihan, termasuk dalam hal peregangan. Selain itu, gerakan yoga ini juga patut diberi peringatan bagi orang dalam kondisi kesehatan tertentu, seperti mengidap hipertensi, ibu hamil, dan kena cidera seperti lutut atau lainnya. Ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum melakukan pose yoga untuk diabetes ini.

(sha)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117213825-255-256474/11-pose-yoga-yang-dapat-cegah-diabetes/

Palang Merah: Satu Juta Penduduk Yaman Terancam Wabah Kolera

0

Seorang bayi tengah dirawat di pusat perawatan di wilayah Sanaa, Yaman, 4 November 2017.

Sebuah organisasi bantuan internasional menyatakan satu juta orang di tiga kota di Yaman terancam wabah kolera dan penyakit-penyakit lain yang ditularkan lewat air karena ditutupnya bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan oleh pasukan koalisi pimpinan Saudi yang bertempur melawan pemberontak Syiah Yaman.

Komite Palang Merah Internasional menyatakan hari Jumat (17/11) bahwa kota Hodeida, Saada dan Taiz terpaksa menghentikan penyediaan air bersih dalam beberapa hari ini karena kurangnya bahan bakar.

Koalisi memberlakukan blokade darat, laut dan udara pada 6 November lalu setelah sebuah serangan misil oleh pemberontak tertuju ke ibu kota Saudi, Riyadh. Arab Saudi Senin menyatakan koalisi akan mencabut blokade itu setelah kritik internasional yang meluas.

Selama dua tahun belakangan, lebih dari 10 ribu orang tewas dan tiga juta lainnya mengungsi di tengah-tengah serangan udara koalisi. [uh]

Sumber:https://www.voaindonesia.com/a/palang-merah-satu-juta-penduduk-yaman-terancam-wabah-kolera/4119999.html

Studi: Patah Hati Berefek Permanen Seperti Serangan Jantung

0

Sebuah studi kesehatan terbaru yang melibatkan pasien sindrom patah hati menemukan bahwa dampaknya bersifat permanen seperti serangan jantung. (Foto: frankis_shen/pixabay)

Jakarta, CNN Indonesia — Patah hati tak hanya soal putus cinta atau merasa disakiti pasangan. Kehilangan orang terkasih pun bisa mengakibatkan patah hati. baru-baru ini sebuah studi mengungkap bahwa efek patah hati sama seperti kerusakan jangka panjang akibat serangan jantung.

Dilansir dari The Independent, setidaknya 3.000 orang Inggris terkena efek Takotsubo cardiomyopathy atau sindrom patah hati. Hal ini dipicu oleh kejadian yang menyisakan trauma.

Awalnya, para peneliti memperkirakan efek sindrom hanya berlangsung temporer. Namun, peneliti dari Universitas Aberdeen baru-baru ini menemukan bahwa efeknya bisa permanen seperti serangan jantung.

Saat terjadi serangan jantung, otot jantung melemah hingga ke titik di mana ia tak dapat berfungsi lagi secara efektif.

Dalam studi yang diprakarsai oleh British Heart Foundation (BHF), tim dokter memeriksa 37 pasien Takotsubo yang sudah mengalami 2 tahun penggunaan ultrasound dan pemeriksaan MRI.

Riset menemukan bahwa pasien mengalami kerusakan jaringan otot jantung yang tidak bisa disembuhkan. Akibatnya, elastisitas otot berkurang sehingga kontraksi tak bisa maksimal dalam tiap detakan.

Menurut studi lain yang diinisiasi oleh Harvard Medical School, lebih dari 90 persen kasus Takutsubo dialami oleh perempuan usia 58 – 75 tahun.

“Takotsubo adalah penyakit yang dasyat dan dapat tiba-tiba membunuh jika tidak mengganggu kesehatan,” kata Profesor Jeremy Pearson, rekanan direktur medis BHF dikutp dari laman resmi BHF (12/11).

“Awalnya kita pikir efeknya temporer, tapi kini kita dapat melihat mereka dapat berlanjut mempengaruhi orang sepanjang hidupnya.”

Ia menambahkan, hingga kini belum ada terapi jangka panjang untuk pasien. Petugas medis sebelumnya sudah memikirkan semua penderita sindrom akan sepenuhnya sembuh.

“Riset baru ini menunjukkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung dan menyarankan kami sebaiknya merawat pasien dengan cara yang sama dengan mereka yang terkena serangan jantung,” tutupnya. (rah)

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117095709-255-256278/studi-patah-hati-berefek-permanen-seperti-serangan-jantung/

Psikolog Sebut Sindrom PMS Hanya Mitos

0

Ilustrasi perempuan yang sedang mengalami PMS. (Thinkstock/9nong)

Jakarta, CNN Indonesia — Rasa tidak nyaman pada tubuh terkadang dirasakan perempuan ketika memasuki periode menstruasi. Hal ini biasa disebut premenstrual syndrome atau PMS.

Sindromnya bisa berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang merasakan perasaan yang berubah-ubah atau mood swing, kembung, juga sakit pada payudara.

Namun, mengutip dari The Independent, ada seorang psikolog yang mengklaim PMS hanyalah mitos belaka.

Robyn Stein DeLuca, seorang psikolog perempuan, yakin bahwa para wanita telah dibohongi buku, majalah, dan komunitas kesehatan soal PMS dan sindromnya yang bisa melumpuhkan aktivitas sehari-hari.

Dalam bukunya yaitu The Hormone Myth: How Junk Science, Gender Politics And Lies About PMS Keep Women Down, DeLuca juga menyebut PMS sebagai bukti perempuan modern kesulitan untuk menaklukkan ritme kehidupan.

“Kita menghayati ide ini bahwa tubuh kita bermasalah. Ini lebih seperti wanita itu terlalu terhanyut,” katanya pada Daily Mail (15/11).

Ia juga menyalahkan komunitas medis yang memperlakukan tahapan-tahapan normal dalam hidup perempuan, seperti kehamilan atau proses melahirkan, seperti suatu penyakit sehingga harus dintervensi.

“Hal ini mendorong perempuan untuk memikirkan tubuh mereka sebagai instrumen yang menyebabkan rasa sakit. Tapi sebenarnya, mereka hanya terlalu memaksakan diri,” ujarnya.

DeLuca memang mengakui bahwa hormon juga bisa menimbulkan gejala yang membuat tubuh tidak nyaman. Namun, dia mengklaim gejala-gejala itu tak begitu parah untuk diatasi. Hanya saja, perempuan menggunakan PMS sebagai alasan untuk beristirahat sejenak dari berbagai tuntutan di sekitar mereka.

Sementara itu, Joyce Harper, profesor kesehatan wanita di UCL tak setuju dengan pendapat DeLuca.

“Perubahan hormon memepengaruhi perasaan. Ini bukan mitos,” katanya pada The Independent (16/11).

Ia menjelaskan, sebanyak 95 persen wanita mengalami PMS dan ini bukan hanya soal kewalahan menghadapi hidup. PMS juga dianggap Harper sebagai bentuk perjuangan wanita menghadapi siklus alami dalam hidupnya.

Ini bukan kali pertama peneliti berspekulasi soal kebenaran PMS. Teori serupa muncul pada 2012 lewat studi dari Gender Medicine.

Peneliti dari Universitas Toronto menemukan, hanya enam dari 41 penelitian membuktikan ada hubngan antara perubahan suasana hati yang drastis dengan masa-masa sebelum menstruasi.

Sumber:https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171117135657-255-256324/psikolog-sebut-sindrom-pms-hanya-mitos/

 

- Advertisement -